Ketahanan Pangan di Indonesia
Bab I
Latar Belakang
Pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7
tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi
setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di
dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan
juga memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada
pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan
pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang
pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan
rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang
cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya
bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan
pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat
juga tidak boleh dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk
menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global,
nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan
suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan
pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks.
Namun demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut
intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat
manusia. Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep. Pada
prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih terus
terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah aspek
produksi dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan
pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti
setiap penduduk dan rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah
dan gizi yang cukup. Permasalahan aspek produksi diawali dengan ketidakcukupan
produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan
oleh laju pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari
pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini akan berpengaruh pada ketersediaan
bahan pangan.
Makan dan cukup makan adalah hak dasar
setiap orang. Kelaparan mengenaskan bagi yang merasakannya, aib bagi masyarakat
sekitarnya, dan jika massal serta terjadi di tengah kemakmuran maka merupakan
cacat peradaban. Namun ironisnya sampai saat ini masih sangat banyak penduduk
yang menderita kelaparan. September 2009 ini sekitar 14.98 persen penduduk
dunia kekurangan pangan (undernourishment). Dalam persen, angka kematian
akibat kelaparan memang hanya sekitar 0.7; namun itu berarti lebih dari
7.169.800 orang karena jumlah penduduk dunia adalah sekitar 6.792 milyar. Jadi,
per hari rata-rata lebih dari 13.350 orang mati akibat kelaparan.Perubahan
iklim dan krisis finansial global yang kini terjadi mengakibatkan masa depan
ketahanan pangan global menjadi lebih rawan. Terkait dengan itu setiap negara
dituntut untuk memantapkan ketahanan pangannya. Indonesia sebagai Negara
agraris dan pernah mencapai swasembada pangan, diharapkan dapat mencapi dan
memantapkan ketahanan pangan bagi penduduknya. Kejadian rawan pangan dan gizi
buruk mempunyai makna politis yang negatif bagi penguasa, bahkan di beberapa
negara berkembang krisis pangan dapat menjatuhkan pemerintah yang sedang
berkuasa. Sejarah membuktikan bahwa ketahanan pangan sangat erat kaitannya
dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanaan
atau ketahanan nasional. Dalam arti, jika dalam suatu negara terjadi kerawanan
pangan maka kestabilan ekonomi, politik, dan sosial akan terguncang.
BAB II
Ketahanan Pangan di Indonesia
A.
Definisi
Ketahanan Pangan
• “Ketahanan
pangan adalah ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk
menjaga keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan
harga.” (First World Food Conference 1974, United Nations, 1975)
• “Ketahanan
pangan adalah situasi dimana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan
jumlah atas pangan yang aman dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif.”
(FAO (Food and Agricultural Organization), 1992)
• “Ketahanan
pangan adalah akses oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup
untuk kehidupan yang sehat dan aktif.” (Bank Dunia (World Bank), 1996)
• “Ketahanan
pangan adalah kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik,
sosial, dan ekonomi, memiliki akses atas pangan yang cukup, aman, dan bergizi,
untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food
preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.” (FIVIMS (Food Insecurity and
Vulnerability Information and Mapping Systems), 2005)
• Kondisi
terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau. (UU Pangan No.7 1996)
B. Kekuatan Indonesia
• Geografis:
Indonesia diapit dua benua besar dan
dua samudera serta negara kepulauan dan maritim (perdagangan, SDA, iklim)
• Geologis:
Indonesia terletak pada pertemuan pergerakan lempeng tektonik dan jalur
gunung
•Astronomis:
Indonesia berada di antara 6° LU – 11° LS dan
antara 95° BT – 141° BT (iklim tropis yang subur)
•Persebaran flora fauna:
Curah hujan iklim tropis, diapit dua
samudera, serta terbentuknya garis wallace dan webber, membentuk keanekaragaman
flora dan fauna di indonesia (pertanian, hutan, hewan, perikanan melimpah)
•Persebaran tanah indonesia:
Beranekaragam ada tanah vulkanis,
aluvial, laterit, litosol, dan organosol memiliki potensi kesuburan tanah dan
memicu SDA yang melimpah
•Penduduk Indonesia:
Total penduduk indonesia 237,6juta
jiwa tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 41,20 Juta jiwa atau sekitar
43,4% dari jumlah total penduduk Indonesia (BPS)
•Berikut urutan PDB 10 Negara Terbesar
di Dunia 2020
(dalam USD $ Miliar) menurut prediksi IMF dan StanChart
(dalam USD $ Miliar) menurut prediksi IMF dan StanChart
1. China 24.600
2. Amerika Serikat 23.300
3. India 9.600
4. Jepang 6.000
5. Brazil 5.100
6. Jerman 5.000
7. Prancis 3.900
8. Rusia 3.500
9. Inggris 3.400
10. Indonesia 3.200
•tahun 2025 ekonomi Indonesia akan
masuk peringkat ke 4 ekonomi dunia dengan pertumbuhan perdagangan tertinggi,
yaitu 96% sampai tahun 2025, dimana terdapat 5 negara asia demikian yang
tertuang dalam HSBC Trade Connection Report 2011.
•Selain itu Bank Dunia juga mencatat
pada tahun 2025 lebih dari 50% pertumbuhan ekonomi disumbangkan oleh 6 kekuatan
ekonomi baru yaitu Brasil, China, India, Indonesia, Korea Selatan dan Rusia,
demikian yang tertuang dalam “Global Development Horizons 2011”.
Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh
berbagai faktor dan keterbatasan, diantaranya yang utama adalah :
a. Sebagian petani miskin karena
memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali tenaga kerjanya (they are
poor becouse they are poor) , dalam hal ini keterbatasan sumber daya manusia
yang ada (rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki petani pada umumnya)
menjadi masalah yang cukup rumit, disisi lain kemiskinan yang structural
menjadikan akses petani terhadap pendidikan sangat minim.
b. Luas lahan petani sempit dan mendapat
tekanan untuk terus terkonversi. Pada umumnya petani di Indonesia rata-rata
hanya memiliki tanah kurang dari 1/3 hektar, jika dilihat dari sisi produksi
tentu saja dengan luas tanah semacam ini tidak dapat di gunakan untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari bagi petani.
c.Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan
pembiayaan , ketersediaan modal perlu mendapatkan perhatian lebih oleh
pemerintah pada umumnya permasalahan yang paling mendasar yang dialami oleh
petani adalah keterbatasan modal baik balam penyediaan pupuk atau benih.
d. Tidak adanya atau terbatasnya akses
terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik. Petani di Indonesia
kebanyakan masih mengolah tanah dengan cara tradisional hanya sebagian kecil
saja yang sudah menggunakan teknologi canggih. Tentu saja dari hasil
produksinya sangat terbatas dan tidak bisa maksimal.
e. Infrastruktur produksi (air, listrik,
jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai. Pertanian di Indonesia mayoritas
masih berada di wilayah pedesaan sehingga akses untuk mendapatkan sarana dan
prasarana penunjang seperti air, listrik , kondisi jalan yang bagus dan
telekomunikasi sangat terbatas.
f. Struktur pasar yang tidak adil dan
eksploitatif akibat posisi tawar petani (bargaining position) yang sangat lemah
.
g. Ketidakmampuan, kelemahan, atau
ketidaktahuan petani sendiri.
Tanpa penyelesaian yang mendasar dan
komprehensif dalam berbagai aspek diatas kesejahteraan petani akan terancam dan
ketahanan pangan akan sangat sulit dicapai. Maka disinilah peranan pemberdayaan
masyarakat oleh pemerintah harus dijadikan sebagai perhatian utama demi
terwujudnya ketahanan pangan karena ketahanan pangan dapat terwujud dengan baik
jika pengelolaanya dikelola mulai dari tataran mikro (mulai dari rumah tangga),
jika akses masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan pangan sudah baik maka
ketahanan pangan di tataran makro sudah pasti secara otomatis akan dapat
terwujud. Dapat kita lihat sampai sekarang ini
program pemerintah dalam kaitanya dengan pembangunan ketahanan pangan masih
belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat pada umumnya, pembangunan ketahanan
pangan yang ada masih bersifat pada tataran makro saja pemenuhan pangan pada
tingkatan unit masyarakat terkecil masih terkesan terabaikan. Untuk mengatasi
hal itu semua ada berbagai upaya pemberdayaan untuk peningkatan kemandirian
masyarakat khususnya pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui :
Pertama, pemberdayaan dalam
pengembangan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui kerjasama dengan penyuluh dan peneliti. Teknologi yang
dikembangkan harus berdasarkan spesifik lokasi yang mempunyai keunggulan dalam
kesesuaian dengan ekosistem setempat dan memanfaatkan input yang tersedia di
lokasi serta memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan
teknologi ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil kegiatan penelitian
yang telah dilakukan para peneliti. Teknologi tersebut tentu yang
benar-benar bisa dikerjakan petani di lapangan, sedangkan penguasaan
teknologinya dapat dilakukan melalui penyuluhan dan penelitian. Dengan cara
tersebut diharapkan akan berkontribusi langsung terhadap peningkatan usahatani
dan kesejahteraan petani.
Kedua, penyediaan
fasilitas kepada masyarakat hendaknya tidak terbatas pengadaan sarana produksi,
tetapi dengan sarana pengembangan agribisnis lain yang diperlukan seperti
informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar, permodalan serta
pengembangan kerjasama kemitraan dengan lembaga usaha lain.
Dengan tersedianya berbagai fasilitas
yang dibutuhkan petani tersebut diharapkan selain para petani dapat berusaha
tani dengan baik juga ada kepastian pemasaran hasil dengan harga yang menguntungkan,
sehingga selain ada peningkatan kesejahteraan petani juga timbul kegairahan
dalam mengembangkan usahatani.
Ketiga, Revitalisasi
kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan
melalui pengembangan lumbung pangan. Pemanfaatan potensi bahan pangan lokal dan
peningkatan spesifik berdasarkan budaya lokal sesuai dengan perkembangan selera
masyarakat yang dinamis.
Revitalisasi
kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat yang sangat urgen dilakukan
sekarang adalah pengembnagan lumbung pangan, agar mampu memberikan kontribusi
yang lebih signifikan terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan. Untuk itu
diperlukan upaya pembenahan lumbung pangan yangb tidak hanya dakam arti fisik
lumbung, tetapi juga pengelolaannya agar mampu menjadi lembaga penggerak
perekonomian di pedesaan.
Pemberdayaan
petani untuk mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani
seperti diuraikan diatas, hanya dapat dilakukan dengan mensinergikan semua
unsur terkait dengan pembangunan pertanian. Untuk koordinasi antara instansi
pemerintah dan masyarakat intensinya perlu ditingkatkan.
C. Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Bagi Indonesia, sumber kerawanan
ketahanan pangan terkait dengan faktor-faktor berikut. Pertama, jumlah penduduk
miskin masih cukup banyak dan karena itu aksesnya terhadap pangan rendah.
Kedua, produksi pangan belum cukup untuk membentuk cadangan pangan yang
memenuhi persyaratan status ketahahan pangan yang mantap. Ketiga, konsumsi
pangan pokok sangat terfokus pada beras, diversifikasi ke arah pangan lokal
kurang berkembang, dan perbaikan pola konsumsi ke arah pola pangan harapan
berlangsung lambat. Pengembangan diversifikasi pangan ke arah bahan pangan
lokal merupakan salah satu cara yang dipandang efektif untuk mengatasi sejumlah
kerawanan tersebut sekaligus untuk mendukung terwujudnya ketahanan pangan yang
mantap.
D. Strategi
Peningkatan Ketahanan Pangan
Sejalan dengan otonomi daerah yang
diatur dalam UU No.22 tahun1999 dan PP No.25 tahun 2000, maka pelaksanaan
manajemen pembangunan ketahanan pangan di pusat dan daerah diletakkan sesuai
dengan peta kewenangan pemerintah. Dalam PP No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan
pangan dalam Bab VI pasal 13 ayat 1 tertulis dengan jelas bahwa “Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan atau Pemerintah Desa melaksanakan
kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di
wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan
kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”. Untuk menguatkan peran dan tanggung
jawab pemerintah daerah, terdapat kesepakatan bersama Gubernur/ketua DKP (Dinas
Ketahanan Pangan) Provinsi yang mengharuskan mereka untuk mengembangkan
berbagai program dan kegiatan ketahanan pangan yang komprehensif serta
berkesinambungan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan nasional. Program
dan kegiatan tersebut menjadi prioritas program pembangunan daerah.
Berkaitan dengan penurunan proporsi
rumah tangga rawan pangan dan penurunan prevelensi gizi buruk yang sekaligus
sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan dan kualitas sumber daya manusia,
peranan pemerintah daerah adalah penting. Mengingat proporsi rumah tangga rawan
pangan dan gizi buruk serta potensi di setiap daerah aadalah berbeda maka dalam
era desentralisasi ini upaya penanggulangan kerawanan pangan harus dimulai dari
daerah, yang berarti terwujudnya ketahanan pangan nasional harus dimulai dari
daerah, yang berarti terwujudnya ketahanan pangan nasional harus dimulai
dengan penguatan ketahanan pangan daerah. Namun demikian, perwujudan ketahanan
pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun juga menjadi
tanggung jawab pemerintah. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam
perwujudan ketahanan pangan dan penanggulangan kerawanan pangan sangat
diharapkan. Pemantapan ketahanan pangan dapat
dilakukan dengan upaya-upaya, antara lain sebagai berikut:
a. peningkatan ketersediaan pangan di
tingkat rumah tangga dengan mengembangkan komoditas pangan lokal sesuai
potensi sumberdaya dan pola konsumsi setempat
b. peningkatan produktivitas pertanian
melalui akselerasi pemanfaatan teknologi sesuai dengan kapasitas sumberdaya
manusia setempat
c. pembinaan dan pendampingan secara
intensif dan berkelanjutan pada program-program pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia
d. menguatkan jejaring kerja dan komitmen
seluruh pemangku kepentingan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan ketahanan pangan rumah tangga.
Dalam jangka panjang, upaya pemantapan
ketahanan pangan dan penanganan rawan pangan di tingkat rumah tangga dapat
dilakukan melalui :
a. menjaga stabilitas harga pangan
b. perluasan kesempatan kerja dan
peningkatan pendapatan
c. pemberdayaan masyarakat miskin dan
rawan pangan
d. peningkatan efektivitas program raskin
e. penguatan lembaga pengelola pangan di
pedesaan
f. Pengamanan Ketahanan Pangan di Negara
Lain
E. Upaya yang
dilakukan Pemerintah
Pemerintah menyiapkan benih jagung
(breeder seed) untuk konsumsi sebanyak 1 ton sebagai langkah konkret ketahanan
pangan nasional. Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi menjelaskan bahwa
penyebaran bibit jagung bernama Srikandi Putih sudah mulai dilakukan di Jawa
Tengah sebanyak 250 kg dan 750 kg yang lain akan disebar di Jawa Timur dan
provinsi lain yang dimungkinkan mengkonsumsi makanan pokok selain beras.
Penanaman jagung ini dilakukan dalam rangka mengganti makanan pokok beras
menjadi jagung sehingga beras dapat dikurangi konsumsinya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menyatakan diperlukan sinergi dan integrasi sistem terkait antara ketahanan
pangan di Indonesia dan peningkatan jumlah penduduk setelah dilakukan sensus
penduduk 2010. Penduduk Indonesia saat ini 230 juta orang, dan diperkirakan
meningkat sekitar 235 juta hingga 240 juta. Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah
dengan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program Pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan di Lahan Kering, Pengembangan Desa Mandiri Pangan, Dana
Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP), Penguatan Lembaga
Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan-LDPM), Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan dan Gizi (P2KPG), Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP), dan
Pengembangan Lumbung Pangan. Untuk program Pengembangan Desa Mandiri Pangan
telah dimulai dari tahun 2006 dengan jumlah desa sebanyak 250, tahun 2007
sebanyak 354, tahun 2008 sejumlah 221 desa, dan 349 desa untuk tahun 2009
. jumlah total sampai awal tahun 2010 adalah 1174 desa yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Desa Mandiri Pangan ini bertujuan untuk memberikan bantuan
modal lunak kepada rumah tangga miskin agar dapat mengembangkan usaha yang bisa
menghasilkan uang sehingga kebutuhan makanan dapat tercukupi. Dengan
tercukupinya kebutuhan makanan, ketahanan pangan daerah tersebut menjadi
meningkat.
F. Masalah dan Tantangan Ketahanan Pangan ke
Depan
Secara khusus tantangan pembangunan
ketahanan pangan Indonesia ke depan antara lain: mengembangkan budidaya
komoditas di on-farm yang sesuai dengan persyaratan agroindustri skala besar,
memperbaiki infrastruktur transportasi hingga ke sentra produksi, mengembangkan
agroindustri skala kecil di pedesaan yang terintegrasi dalam pengembangan
berskala kawasan, kerja sama antar kawasan untuk menumbuhkan agregat permintaan
pasar dalam skala wilayah, dan mengembangkan agroindustri yang berlokasi di pusat-pusat
pertumbuhan baru.
Dalam cadangan
pangan, sifat komoditas pangan bersifat musiman, sementara pendapatan
masyarakat masih sangat rendah, sehingga menuntut perlunya cadangan pangan. Di
samping itu, adanya kondisi iklim yang tidak menentu, menyebabkan sering
terjadi pergeseran penanaman, masa pemanenan yang tidak merata sepanjang tahun,
timbulnya bencana yang tidak terduga seperti banjir, longsor, kekeringan, dan
gempa, memerlukan sistem percadangan pangan yang baik. Sampai saat ini,
cadangan pemerintah dan masyarakat belum berkembang dengan baik di daerah.
Potensi pengembangan cadangan pangan di daerah
cukup tinggi, seperti: pengembangan sistem pencadangan pangan untuk
mengantisipasi kondisi darurat bencana alam minimal 3 bulan, pengembangan
cadangan pangan hidup pada pekarangan, lahan desa, lahan tidur, dan tanaman
bawah tegakan perkebunan, pengembangan untuk menguatkan kelembagaan lumbung
pangan desa, dan pengembangan sistem cadangan pangan melalui Lembaga Usaha
Ekonomi Pedesaan atau lembaga usaha lainnya.
G. Pola Pangan dan Harapan
Pengertian
Pola
pangan harapan merupakan suatu metode yang digunakan untuk ,menilai jumlah dan
komposisi atau ketersediaan pangan. Pola pangan harapan biasanya digunakan
untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan penyediaan pangan wilayah. Dalam
menentukan PPH ada beberapa komponen yang harus diketahui diantaranya yaitu
konsumsi energi dan zat gizi total, persentase energi dan gizi aktual,
dan skor kecukupan energi dan zat gizi.
Menghitung
Energi dan Zat Gizi
Energi
dihitung dari total energi yang dikonsumsi dari masing-masing bahan pangan.
Pada cell energi pada sheet PPH diketik =SUM(data energi setiap
golongan bahan pangan pada sheet konsumsi). Selanjutnya dihitung jumlah total
energi untuk semua golongan bahan pangan dengan cara ketik =SUM(data energi
setiap golongan bahan pangan dari padi-paadian sampai yang lainnya).
Menghitung
% energy energy dan zat gizi
Menghitung
persentase nergi energy energy adalah dengan membagi energy setiap golongan
dengan energy total untuk semua golongan. Caranya adalah dengan mengetik
=cell setiap golongan/cell total energy*100.
3 Menghitung % angka kecukupan
energy dan zat gizi
Untuk
menghitung persentase Angka Kecukupan Energi adalah dengan membandingkan
persentase energy energy dengan angka kecukupan energy (2000 kkal) dikali 100.
Untuk rumus formulanya dapat ditulis dengan mengetik =cell % energy
energy/2000*100.
Menghitung
skor AKE
Untuk
menghitung skor angka kecukupan energi (AKE) adalah dengan mamasukkan kolom
bobot untuk setiap golongan pangan terlebih dahulu. Bobot menggambarkan
kontribusi setiap golongan bahan pangan dalam menyumbangkan energi. Misalnya
untuk golongan padi-padian bobotnya adalah 0.5, umbi-umbian 0.5 panga hewani
2.0 dan seterusnya. Selanjutnya adalah menghitung skor aktual energi setiap
golongan bahan pangan yaitu dengan mengalikan persentase AKE setiap golongan
bahan pangan dengan bobot setiap golongan bahan pangan.
CARA PENGHITUNGAN
PPH
Penyediaan pangan terdiri dari komponen
produksi, perubahan stok, impor dan ekspor. Rumus penyediaan pangan adalah :
Ps = Pr - ∆St + Im – Ek
Dimana:
Ps :
Total penyediaan dalam negeri
Pr
: Produksi
∆St : Stok
akhir – stok awal
Im :
Impor
Ek :
Ekspor
· Ketersediaan
bahan makanan per kapita dalam bentuk kandungan nilai gizinya dengan satuan
kkal energi dan gram protein, menggunakan rumus:
· Ketersediaan
energi (Kkal/Kapita/Hari) =
Ketersediaan Pangan/Kapita/Hari
X Kandungan kalori X BDD
100
· Ketersediaan
protein (gram/kapita/hari) =
Ketersediaan
pangan/Kapita/Hari X Kandungan protein x BDD
100
Catatan:
· BDD
= Bagian yang dapat dimakan (buku DKBM)
· Ketersediaan
pangan/kapita/hari sumbernya dari Neraca Bahan Makanan (NBM)
· Kandungan
zat gizi (kalori dan protein sumbernya dari daftar komposisi bahan makanan
(DKBM)
· Bagi
komoditas yang data produksinya tidak tersedia (misal komoditas sagu, jagung
muda, gula merah) untuk mendapatkan angka ketersediaan menggunakan pendekatan
angka konsumsi dari data Susenas BPS ditambah 10% dengan asumsi bahwa perbedaan
antara angka kecukupan energi pada tingkat konsumsi dengan angka kecukupan
energi di tingkat ketersediaan sebesar 10%.
Contoh :
Dari
rumus perhitungan di atas diperoleh hasil bahwa tingkat ketersedian energi dan
protein pada tahun 2007 – 2008, ternyata sudah melebihi Angka Kecukupan Gizi
yang dianjurkan.
H. PENGANEKARAGAMAN PANGAN
Penganekaragaman pangan adalah salah
satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan mutu
gizi makanan dengan pola konsumsi yang lebih beragam atau usaha untuk lebih
menganekaragamkan jenis konsumsi dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengertian penganekaragaman pangan ini dapat
dilihat dari dua aspek. Pertama, penganekaragaman horizontal, yaitu upaya untuk
menganekaragamkan konsumsi dengan memperbanyak macam komoditas pangan dan upaya
meningkatkan produksi dari masing-masing komoditas tersebut. Sebagai contoh, pengaturan komposisi makanan
sehari-hari kita di samping beras, juga umbi-umbian, sagu, kacang-kacangan,
ikan, sayur, buah dan lain-lainnya. Kedua, penganekaragaman vertikal, yaitu
upaya untuk mengolah komoditas pangan, terutama non beras, sehingga mempunyai
nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial. Misalnya mengolah jagung
menjadi "corn flake", ubi kayu diolah menjadi berbagai macam makanan,
baik makanan pokok, maupun jajanan, seperti misalnya kripik ("cassava
chips"). Mutu gizi makanan penduduk ditentukan
oleh jumlah dan macam zat-zat gizi yang dimakan. Makin beragam sumber zat-zat
gizi (dari beragam bahan pangan) yang dikonsumsi seseorang makin besar
kemungkinan terpenuhi kebutuhan gizinya. Dengan demikian, dapat kita mengerti
betapa pentingnya program penganekaragaman pangan ini.
Untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan:
• Faktor kecukupan, yaitu tersedianya bahan
pangan untuk mencukupi kebutuhan. Penyediaan pangan ini sedapat mungkin
diupayakan dari dalam negeri. Impor dilakukan hanya apabila diperlukan, artinya
apabila produksi dalam negeri tidak dapat mencukupi. Oleh karena itu harus
digali sumber pangan yang kita miliki dan ditingkatkan produksinya, termasuk
mengembangkan jenis pangan tradisional seperti: sagu, jagung, ubi kayu, sukun
dan lain-lain.
• Faktor daya beli, yaitu tersedianya
pendapatan yang memadai dan kestabilan harga agar masyarakat mampu untuk
membeli bahan makanan.
• Faktor distribusi, yaitu tersedianya
pangan yang cukup di seluruh wilayah dalam waktu tertentu dan jumlah yang
memadai.
• Faktor gizi, yaitu tersedianya produksi
pangan yang memenuhi kebutuhan gizi, baik secara kualitas maupun kuantitas.
• Faktor kesadaran/pengetahuan gizi,
yaitu kesadaran atau pengetahuan penduduk mengenai gizi sehingga mereka
mengkonsumsi pangan sesuai dengan harapan (gizi seimbang).
Adakalanya di satu daerah cukup tersedia bahan
makanan yang bergizi tinggi, tetapi karena masyarakatnya kurang pengetahuan
tentang gizi, mereka hanya mengkonsumsi jenis makanan tertentu saja yang
mungkin kurang bergizi. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan pengertian dan
keadaran tentang gizi seimbang. Nilai gizi makanan yang kita konsumsi
sehari-hari ditentukan oleh keseimbangan antara konsumsi karbohidrat
(padi-padian), protein (terutama hewani, seperti: daging, telur dan susu serta
ikan), lemak dan vitamin yang banyak terdapat pada sayur dan buah-buahan
serta mineral (air).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pangan
merupakan hal yang sangat mendasar pada suatu bangsa. Suatu bangsa dapat
dikatakan sejahtera apabila bangsa tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan
pada negara tersebut. Kebutuhan pangan di negara Indonesia untuk saat ini belum
dapat tercukupi, karena pertanian di negara ini belum bisa dikelola dengan
baik. Untuk saat ini, peran para petani sangat dibutuhkan guna meningkatkan
produktivitas pangan di indonesia. Oleh karena itu, para petani sangat perlu suatu
lembaga yang dapat membimbing para petani dalam meningkatkan produktivitas
pangan, misalnya dengan mendirikan kelompok tani. Lembaga tersebut berfungsi
untuk memberi penyuluhan kepada kelompok tani dan memberikan akses sarana
tentang produksi pertanian. Namun, biasanya hal tersebut tidak mudah diterima
oleh para petani, maka dari itu kita sebagai penerus bangsa harus dapat
meyakinkan para petani tentang bagaimana cara meningkatkan produktivitas
pertanian guna ketahanan pangan di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA